MERBABU LINTAS JALUR (SELO-SUWANTING)

Welcome back !

Kali ini gue mau membahas soal perjalanan gue naik ke gunung Merbabu lewat Selo (Boyolali) dan turunnya lewat Suwanting (Magelang). Sebenarnya perjalanan ini sudah lama ya, sekitar tahun baru 2018 tapi baru sempat gue post sekarang.

Gue berangkat bertiga sama teman gue mbah Yehez sama mbak Linda dari Madiun, Jawa Timur. Kita berangkat hari Sabtu sekitar jam 23.00 lewat terminal Maospati. Kita cari bus jurusan Solo dan dapat bus legend Sumber Kencono. Hahaha. Sampai Solo sekitar jam 00.30, kita istirahat dulu di sana karena mbak Linda nggak enak badan jadi kita cari makan dulu dan sekalian cari obat mabuk buat dia. Sekitar jam 02.00 kita lanjut perjalanan ke Boyolali dengan cara oper bus karena memang nggak ada bus yang langsung ke Boyolali. Kita naik bus legend lagi tapi kali ini yang patas ya biar cepat sampai.

Kira-kira sekitar jam 02.45 kita sudah sampai di terminal Boyolali. Setelah sampai di terminal Boyolali kita harus cari kendaraan untuk menuju ke basecamp Selo. Di sana sudah banyak mobil-mobil dan bus-bus kecil yang siap disewa. Waktu itu kita ketemu sama beberapa pendaki dari Surabaya yang mau ke Merbabu lewat Selo juga jadi kita memutuskan untuk join sama mereka sekalian menghemat biaya. Hahaha.

Singkat cerita kita sampai di basecamp Selo hari Minggu jam 05.30. Kenapa dari terminal Boyolali ke basecampnya lama banget karena emang jaraknya lumayan jauh dan jalan yang harus dilalui itu benar-benar nggak mudah. Jalannya sempit, menanjak, kadang ada yang bolong-bolong jadi kita harus melimpir ke tepian jalan yang sebelahnya itu jurang. Ya bisa dibayangkan gimana kita di dalam bus kecil yang penuh penumpang dan ditambah dengan carrier yang berjejalan sebesar gaban ya. Gue pas di dalam bus merasa ngeri-ngeri sedap gitu pas lihat gimana jalan di depan dan jurang di samping gue, gue sepenuhnya mempercayakan hidup gue ke abang-abang yang bawa bus karena gue yakin abang-abangnya ini udah pro bangetlah. Hehehe.

Sampai di basecamp Selo kita mampir untuk sarapan dulu karena dari semalam kira-kira kita belum makan tapi ternyata basecampnya sudah penuh karena waktu itu ada acara jambore Consina jadi mau nggak mau kita harus ngantri buat dapetin sarapan atau cari tempat lain yang agak sepi. Oh iya, sekarang kita jadi bertujuh nih karena ketambahan sama rombongan yang dari Surabaya. Ada mas Ab, mbak Okta, mas Wawan, sama mas Rori. Setelah kita selesai sarapan, persiapan, aklimitasi, ambil air, bagi-bagi bawaan berangkatlah kita untuk mengurus simaksi. Mengurus simaksi di Merbabu itu cukup mudah tinggal isi data diri, nomor handphone, dan nomor keluarga yang bisa dihubungi, lalu membayar biaya masuk sudah selesai. Setelah selesai mengurus simaksi dan foto-foto di gerbang pendakian kita mulai naik sekitar jam 10.00.

Foto dulu di depan gerbang biar hiitttzzzzz!

Kita sampai di pos 1 sekitar jam 11.30. Perjalanan dari basecamp ke pos 1 tidak begitu berat karena jalannya lumayan datar dan naiknya pun belum yang nanjak banget ditambah masih banyak pohon-pohon besar jadi makin sejuk udaranya tapi karena kita mendaki di tengah hari bolong pasti sudah bisa membayangkan gimana panasnya jadi kita memutuskan untuk berhenti sejenak di pos 1 buat mengganjal perut dan ngopi santai.  Asyiknya di pos 1 itu ada kucing liar yang ramah sama pendaki, jadi sambil istirahat kita bisa main-main sama kucing itu.

Pukul 13.00 setelah kita ngopi cantik dan ngobrol mesra sama pendaki-pendaki lain kita memutuskan untuk mulai naik lagi. Dari pos 1 ke pos 2 tanjakannya sudah lumayan terasa efeknya di kaki. Mendung pun mulai menyapa, inilah kenapa kita tidak dianjurkan untuk mendaki di musim hujan. Tapi kita justru bersyukur karena udara tidak sepanas perjalanan dari basecamp ke pos 1. Gerimis-gerimis kecil pun sudah mulai turun menemani perjalanan tapi karena kita merasa gerimis tidak akan menembus raincover carrier atau membuat basah pakaian dan sepatu kita jadi kita memutuskan untuk tidak perlu memakai mantel. Lumayan gerahnya nggak berasa.

Setelah perjalanan yang lumayan lama dan jalur yang semakin sulit sampailah kita di pos 2 sekitar pukul 14.30. Di pos 2 ini kita berhenti hanya sebentar karena mengingat waktu sudah semakin sore padahal kita menargetkan sebelum jam 7 sudah harus berada di sabana 2 sehingga besoknya kita bisa langsung submit. Tapi apa mau dikata karena setelah itu hujan deras pun turun.

Perjalanan dari pos 2 ke pos 3 tidak semulus perjalanan di pos-pos sebelumnya, hujan turun semakin deras, jalur pun semakin licin dan menanjak, sampai sempat beberapa kali mbak Linda terpeleset. Di sinilah tongkat ajaib a.k.a trecking pole kita sangat berguna, karena selain untuk membantu menahan beban trecking pole juga bisa digunakan untuk bantuan berpijak. Setelah melewati jalur yang semakin sempit, menanjak, dan licin sampailah kita di pos 3 pada pukul 16.10. Celakanya semakin sore hujan turun semakin deras karena hal itulah kita sepakat untuk tidak melanjutkan perjalanan hari ini dan membuka tenda di pos 3. Rencana awal kita yang seharusnya bisa membuka tenda di sabana 2 harus batal karena faktor cuaca.

Setelah membuka 1 tenda kita pun mulai memasak untuk mendobel makan siang dan makan malam kita. Sambil memasak kita membicarakan tentang rencana kita setelah ini apakah akan lanjut hari ini atau esok hari. Setelah menimbang-nimbang faktor cuaca, jarak pandang, dan sulitnya jalur, kita sepakat untuk melanjutkan perjalanan besok pagi. Di sinilah momen-momen mengenal satu sama lain terjadi, bercerita ngalor-ngidul, membicarakan ini-itu, dan pengalaman kesana-kemari masing-masing. Setelah makan kita memutuskan untuk beristirahat dan melanjutkan perjalanan esok hari selepas Subuh. (Saat itu tepat malam tahun baru 2018. Kita nggak bisa tidur dengan nyenyak karena ada yang nyalain kembang api, padahal sudah dilarang)

Hahaha boleh ketawa dulu dong. Rencana awal yang kita mau jalan abis subuh itu ternyata hanyalah rencana karena kita bertujuh nggak ada yang bangun walau alarm sudah nyala. Kita bertujuh ketiduran sampek jam 8 pagi. Ngakak so hard lah. Setelah kita bangun, bersih-bersih jigong sama belek dimulailah acara masak-masak buat sarapan. Cuaca saat itu masih mendung-mendung manja ditemani gerimis kecil yang kadang ada kadang nggak ada. Kayak kamu, iya kamu. Eh ! enggak ding bercanda. Setelah sarapan dan galer sedikit, kita pun mulai jaman dari pos 3 ke sabana 1 sekitar pukul 10.00.

Pos 3 Gunung Merbabu Via Selo

Di jalur ini lah saya benar-benar merasakan jalur pendakian yang macet karena saking banyaknya pendaki yang mau naik dan turun. Semakin ke atas jalurnya semakin terjal sampai kita engap dibuatnya. Mendung dan gerimis semakin sering menyapa tapi karena kita sudah kepalang tanggung akhirnya kita terus berjalan. Nah ! ada kejadian lucu di sabana 1. Karena jujur saja kita bertujuh adalah orang-orang narsis, kita pun tidak ingin melewatkan pemandangan indah di sabana 1 akhirnya mas Rori meminta salah satu porter untuk mengambil foto kami di depan spanduk Jambore Consina tetapi sialnya porter tersebut sedang menggendong banyak sekali peralatan dapur dan dengan sedikit emosi mas-mas itu berkata "Mas minta foto yang lain aja ya, saya sudah bawa beginian berdiri saja sudah susah" seketika itu kita berenam tertawa terbahak. "Memang dasar nggak peka kau mas" ucap ku kepada mas Rori. Akhirnya dia pun meminta bantuan pada pendaki lain.

Dan inilah hasil fotonya

Setelah foto-foto sebentar di sabana 1 kita melanjutkan perjalanan ke sabana 2, tapi alih-alih mengambil jalur ke sabana 2 rombongan dari Surabaya malah mengajak melewati jalur Watu Lumpang yang letaknya tepat berada di atas sabana 2. Sayang sekali saat itu mendung dan kabut tebal menyelimuti mungkin kalau saat itu cuaca sedang cerah pasti pemandangan sabana 2 terlihat sep[erti surga dari Watu Lumpang. Tepat setelah melewati watu lumpang, hujan pun turun. Terpaksa kita harus membuat bivak dari flysheet dan ponco karena kita memang merencanakan langsung ke puncak tanpa harus ngecamp lagi. Setelah kita mmembuat bivak akhirnya kita memasak lagi, lumayanlah untuk mengganjal perut setelah di hantam jalur yang licin, sempit, dan terjal.

Foto di sebelah bivak dulu mumpung cerah (Saya nggak ada di foto karena saya yang mengambil foto :') )
Kalian pernah merasa nggak sih ketika kita di hutan, di gunung, di laut, di mana saja yang dekat dengan alam kita tidak pernah memikirkan hal lain selain apa yang ada di hadapan kita ? Like we are living in that moment, we are be present without any distributions. Enjoy what we have and be really grateful for every single thing we have. Like we live, we breath fresh air, we enjoy good meal. Something that make life more simple. Itulah kenapa saya suka sekali berada di dekat alam. Cause mother nature always make me realized that i've got eveything i need and thats enough. Oke, kembali lagi ke topik. Hehe

Sekitar jam 15.00 hujan pun mulai berhenti dan kita melanjutkan perjalanan untuk menuju ke puncak Kenteng Songo. Perjalan menuju puncak sungguh tidak mudah karena jalurnya sangat licin, dan bantuan tali temali pun sudah tidak ada jadi kita harus ekstra hati-hati agar tidak terpeleset dan jatuh ke jurang. Selain itu kondisi tubuh yang sedari kemarin diguyur hujan semakin membuat kondisi fisik kita drop, untung saja kita semua adalah orang-orang yang receh jadi gampang terhibur oleh hal-hal yang sebenarnya nggak lucu dan nggak penting tapi karena itulah semangat kita masih terjaga. We supported each other so well. 

Setelah perjalanan selama kurang lebih 2 jam akhirnya sampai juga kita di puncak tertinggi gunung Merbabu yaitu puncak Kenteng Songo tepat pukul 17.00. Pas sekali ketika itu tugu di puncak tersebut baru saja diperbarui. Saya mengira kita adalah rombongan terakhir yang tiba di puncak karena saat kita naik tidak ada rombongan pendaki lain yang terlihat tapi ternyata saya salah, di puncak Kenteng Songo sudah ada beberapa pendaki yang menikmati sisi kelam dan dingin gunung ini. 

Sayangnya mendung, kalau cerah Merapi pasti terlihat megah di belakang.
Selepas foto-foto ria kita langsung melanjutkan perjalanan turun melalui jalur Suwanting (Di sini kita akan melewati puncak Suwanting). Kita memutuskan untuk tidak ke puncak Syarif karena waktu sudah semakin sore. Setelah turun dari puncak Kenteng Songo hujan deras kembali mengguyur kali ini disertai angin kencang, jarak pandang hanya berkisar sejauh 3 meter mau tidak mau kita pun harus kembali berhenti untuk membuat bivak. 

Jam sudah menunjukan pukul 18.10 hujan turun semakin deras, bivak tidak sanggup lagi menadah air hujan. Bivak yang kami buat pun bocor. Meneruskan perjalanan di tengah hujan deras dan angin, pada malam hari dengan jarak pandang yang sangat pendek, udara dingin menggigit, sementara hanya rombongan kami yang tersisa tidaklah sebanding dengan nyawa kami pada akhirnya kita harus selalu tunduk pada alam, bukan alam yang tunduk kepada kita.

Pakaian kami basah, sepatu kami basah, carrier kamu semua basah. Tubuh kami pun sudah lelah. Sekitar pukul 19.20 kita mendirikan tenda tidak jauh dari tempat kami mendirikan bivak. Setelah berganti pakaian dan kaos kaki kering, kita langsung masuk ke sleeping bag masing-masing. Di sinilah kekuatan mental kita di uji. Kita terjebak dalam hujan, angin bertiup kencang, malam pun mencekam, tapi alih-alih menyerah pada dinginnya malam hati kita menghangat oleh persahabatan baru kami. Malam itu kita adalah tujuh orang tanpa beban, kita adalah tujuh manusia bebas, kita adalah tujuh manusia yang benar-benar merdeka, bersenandung di tengah badai, tertawa terbahak ditengah riuhnya angin yang menghantam tepian tenda. Kita menghangat, di dalam sana di dalam hati kita sampai akhirnya kita terlelap dalam suka. 

Kita bangun sekitar pukul 06.00. Menikmati puncak Suwanting sekejap untuk melihat puncak Merapi yang menyapa malu-malu. Sekitar pukul 07.30 kita melanjutkan perjalanan, dan kami pun tidak melihat pendaki lain dari arah Selo mau pun Suwanting. Jalur ini serasa milik kita sendiri. Cuaca masih mendung tapi tak nampak setitik pun gerimis hingga sampailah kita di pos air jalur Suwanting. Hujan deras lagi-lagi datang. Kita memutuskan untuk membuat bivak sekali lagi. Acara bivak-bivakan kali ini tidak jauh berbeda dengan yang kemarin yaitu masak memasak. Hahahaha. Kita makan besar kali ini, menghabiskan bekal logistik karena ini hari terakhir kita di Merbabu. Hujan turun semakin deras, hari pun sudah mulai sore. 

Sekitar pukul 13.00 kita memutuskan untuk meneruskan perjalanan meskipun hujan masih turun dengan deras karena kita tidak bisa menunggu lagi karena kami tau keluarga kita di rumah pasti akan sangat khawatir karena perjalanan yang harusnya kita tempuh 2 hari kini telah molor menjadi 3 hari. Ponco yang kami gunakan sudah tidak ada gunanya, kami semua basah kuyup dari ujung kepala hingga ujung kaki. Perjalanan turun ini adalah perjalanan paling mengerikan sepanjang pengalaman saya. Jalur yang awalnya tanah keras kini menjadi tanah berlumpur yang gembur, jalur yang awalnya untuk pendaki kini di penuhi dengan air dan menjadi jalur air, kilat terus menyambar, dan guntur terus menggelegar. 

Sebenarnya kita memposisikan diri kita sendiri di posisi yang sulit, bergerak kita takut akan petir dan longsor tidak bergerak kita akan terkena hipotermia. Dengan pertimbangan itulah kita bertujuh terus bergerak turun meskipun tempo perjalanan kami menjadi sangat lambat. Berkali-kali sudah kita jatuh tersungkur, terpeleset, dan kehilangan pijakan. Tak henti-hentinya aku berdoa agar kita semua bisa turun dengan selamat. Herannya meskipun jalan yang kita lalui begitu sulit dan licin kita tidak bisa berhenti tertawa atas guyonan-guyonan yang saling kita lontarkan. Hahaha. Perjalan yang tidak akan pernah bisa saya lupakan. 

Kita bertujuh sebenarnya belum pernah ada yang melewati jalur Suwanting, itu yang membuat ku sangat was-was akan disorientasi arah. Sempat beberapa kali kita berhenti untuk menentukan jalur, karena ada sebagian jalur yang dialihkan karena terjadi longsor. Kekhawatiran saya sudah mulai berkurang ketika kita sampai pada pos 2 Suwanting dan hujan pun mulai sedikit reda. 

Kita beristirahat sebentar di pos 2 hanya untuk sekedar mengatur nafas karena kemalaman di jalur yang sama sekali belum kita kenal terdengar seperti ide yang sangat buruk apalagi kita sudah tidak memiliki sisa logistik. Perjalanan turun kali ini terasa amat sangat lama dan panjang (oke, memang jarak antar pos di jalur Suwanting ini saling berjauhan karena hanya ada 3 pos. Pos 1, pos 2, dan pos 3/pos air). 

Tepat saat adzan magrib terdengare kami sampai di pos 1. Kita sudah bisa melihat lampu rumah penduduk. Jujur saja di situ saya ingin berlari sekencang-kencangnya agar cepat sampai di basecamp, padahal sebelumnya untuk berjalan saja rasanya kaki saya sudah terseok-seok. Kami pun berhenti sejenak untuk menunggu adzan selesai. Setelah berjalan kurang lebih satu jam sampailah kita di gerbang pendakakian Suwanting. Saya spontan langsung meneriakan Hamdalah saking bahagianya. Mungkin ini terasa sedikit lebay atau berlebihan tapi percayalah rasanya sungguh lega. 

Jam 19.15 sampailah kita di satu-satu basecamp Suwanting yang masih buka, maklum jalur Suwanting belum terlalu ramai seperti jalur-jalur lain. 1 hal yang langsung saya lakukan seperti biasa adalah menelpon Bapak dan Ibuk karena saya tau beliau berdua pasti sangat khawatir. Setelah memberi kabar ke orang tua masing-masing kita segera membersihkan badan (maklum, kita sudah tidak mandi 3 hari) dan pakaian. Setelah itu kita makan malam, apapun yang dimasak oleh ibu yang punya basecamp kita sikat saja. Hahaha

Setelah mengobrol ngalor ngidul, kita bertanya tentang akomodasi pulang. Untungnya bapak ibuk pemilik basecamp ini ramah dan baik sekali mau membantu kita mencarikan mobil untuk mengantar kita ke kota. Akhirnya setelah tawar menawar harga, teman bapak pemilik basecamp ini setuju untuk mengantar kita ke terminal Tirto Nadi Solo. Bayangkan dari Magelang beliau bersedia mengantarkan sampai Solo dengan harga yang agak miring. Sungguh bersyukur Alhamdulilah, semoga perbuatan baik beliau-beliau ini dibalas oleh yang maha kuasa. 

Setelah berpamitan, cipika cipiki dan berpelukan dengan ibuk pemilik basecamp kita meluncur ke Solo. Di dalam mobil saya sudah tidak sadarkan diri, biasalah saya orangnya pelor alias nempel molor. Hehehe. Sesampainya di terminal Solo, membayar mobil, dan berpamitan dengan bapak sopir dan anaknya, kita mencari kendaraan untuk pulang ke rumah masing-masing tanpa lupa meminta nomor HP masing-masing. 

Sungguh perjalanan yang sangat berarti bagi saya pribadi. Saya yang cenderung sembrono dalam merencanakan kegiatan atau melakukan sesuatu telah belajar banyak hal melalui perjalanan kali ini. Pastikan semua persiapan beres (fisik, mental, gears) sebelum mendaki, perhitungkan waktu matang-matang sebelum berangkat, jangan pernah melawan alam apapun resikonya teramsuk kehilangan pekerjaan karena bolos kerja saat terjebak badai di atas karena pekerjaan mu tidak sebanding dengan nyawamu.

Estimasi : 2-3 hari (kenyataan 4 hari)
Biaya : over all Rp. 300.000 - Rp. 400.000

Stay safe, keep hike, come back alive.
Salam sayang, muach !

Sebagian kecil oleh-oleh dari Merbabu


Comments

Popular posts from this blog

Galang Rambu Anarki

BUKIT PARALAYANG - NGARGOYOSO, KARANGANYAR